TDC-Agar kisruh dalam seleksi anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumut periode 2021-2024 tidak berkepanjangan, Pengamat Hukum dari Universitas Darma Agung, Pandapotan Tamba SH, MH menawarkan 2 solusi bagi anggota Komisi A DPRD Sumut untuk diterapkan.
Pertama, menggugurkan nama-nama anggota KPID Sumut terpilih, pasca ditetapkan 22 Januari 2022 dini hari lalu. Terlebih pada dua nama, yaitu Drs Muhammad Syahrir M.I.Kom, dan Ramses Simanullang, SE, MSi yang diklaim sebagai petahana saat seleksi berlangsung.
Pasalnya, alumnus magister hukum Universitas Sumatera Utara tersebut menilai keduanya tidak mengantongi SK perpanjangan yang sah setelah jabatan mereka berakhir pada 30 Juni 2019. Sementara, surat 800/8211 tentang SK Perpanjangan dan ditandatangani oleh Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara, Dr. Ir. Hj. Sabrina, M.Si dinilai hanya sebatas surat yang tidak berkekuatan hukum.
"Sudah Harus digugurkan. Karena mereka tidak berhak menggunakan surat perpanjangan. Karena bentuknya ini sebatas surat menyurat. Tidak ada alasan mereka punya SK. Kalau disebut mereka punya SK, saya pikir itu salah besar. Tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum," tegas Pandapotan, Kamis (10/2/2022) siang.
Solusi kedua, anggota Komisi A melalui Ketua DPRD Sumut cepat menyerahkan ketujuh nama anggota KPID Sumut terpilih kepada Gubernur Sumatera Utara agar segera dikukuhkan. Namun, opsi ini sangat berisiko dan dipastikan anggota Komisi A akan berhadapan dengan hukum.
"Dari awalpun sudah salah, sudah cacat. Karena cacat hasilnya, harus diperbaiki sehingga tidak memuai persoalan. Jika dilanjutkan ada pelanggaran hukum di dalamnya," cecar pria yang akan memasuki usi ke 46 tahun di bulan April ini.
Bahkan menurut Pandapotan, persoalan SK yang tidak sah tersebut tidak hanya menghambat laju seleksi anggota KPID Sumut periode 2021-2024, akan tetapi akan berimbas pada pertanggungjawaban atas dana yang mereka gunakan selama masa perpanjangan jabatan.
Melihat kericuhan yang terjadi pasca penetapan 7 nama anggota KPID Sumut, pria kelahiran Tanjung Leidong tersebut sesalkan sikap Komisi A yang abai dengan tugasnya untuk melakukan pengawasan sebagai anggota dewan. Apalagi, Ketua Komisi A Hendro Susanto mengetahui betul ketidaksahan SK Perpanjangan tersebut.
SK bermasalah itu juga berhasil melanggengkan jalan bagi 2 orang yang diklaim sebagai petahana untuk mengikuti seleksi hanya pada saat fit and proper test saja. Sementara dalam ketentuan yang seharusnya, seluruh peserta wajib kecuali petahana yang sah harus mengikuti seluruh rangkaian seleksi sebagaimana yang ditetapkan panitia seleksi.
Oleh karena itu, lelaki yang berprofesi sebagai advokat ini mengatakan tidak hanya mendesak pihak Kejaksaan dan Kepolisian untuk turun tangan menyelidiki dugaan penyelewengan anggaran. Akan tetapi, turut mendorong partai untuk mencopot jabatan dewan dari oknum anggotanya yang terbukti bermain dalam seleksi ini.
Diketahui, atas dugaan kecurangan yang terjadi anggota Komisi A DPRD Sumut dilaporkan oleh sebagian calon anggota KPID Sumut ke Ombudsan Sumut pada hari Senin 31 Januari 2022. Selain itu, Hendro Susanto sebagai Ketua Komisi juga diadukan kepada Badan Kehormatan Dewan pada hari Rabu (22/2/2022).
Tidak sampai di situ, pengaduan para peserta seleksi juga disampaikan kepada Ketua DPRD Sumut, Drs. Baskami Ginting secara langsung pada hari Kamis 3 Februari 2022 dengan hasil komitmen untuk tidak meneken hasil penetapan 7 nama terpilih calon KPID Sumut.
Melalui laporan mereka inilah, fakta-fakta dugaan kecurangan yang dilakukan oleh Komisi A dalam seleksi KPID Sumut Periode 2021-2024 mencuat dan menjadi sorotan publik. Bahkan, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sumatera Utara, Dr. Mirza Nasution, SH., M.Hum hari Jumat 4 Februari 2022 secara tegas turut mengomentari satu kejanggalan administrasi dua nama terpilih yang diklaim sebagai calon petahana.
Menurutnya, SK perpanjangan mereka yang terbit tanggal 12 Agustus 2019 dengan nomor surat 800/8211 dan ditandatangani oleh Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara, Dr. Ir. Hj. Sabrina, M.Si tidak sah karena melanggar regulasi.(*)