TDC- Realitas praktek mafia tanah semakin hari semakin jelas menampakkan wujudnya di mata umum. Aksi dari para mafia tanah ini merupakan peringatan bahwa mafia tanah di Indonesia masih merajalela.
Istimewa |
Padahal, Presiden Jokowi memberikan perhatian khusus terhadap fenomena mafia tanah dan meminta Polri untuk mengambil peran dalam membela hak para korban mafia tanah.
Kepala Negara mengingatkan aparat kepolisian untuk tidak membekingi kejahatan mafia tanah tersebut. Atas dasar itu, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo langsung meminta jajarannya agar tidak ragu mengusut tuntas praktik mafia tanah yang fenomenal tersebut.
Permasalahan sengketa tanah yang diduga melibatkan mafia tanah terjadi di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara (Sumut).
Dugaan praktek mafia tanah di salah satu Desa yang berada Kecamatan Labuhan Deli tersebut, kian marak dan diperbincangkan serta dinilai layak sebagai isu nasional yang sangat urgen.
*Modus Mafia Tanah Berdalihkan Lahan PTPN*
Salah satu kasus dugaan mafia tanah di Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara, adalah pencaplokan tanah milik Merawati (69) warga Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli.
Aroma busuk dugaan persekongkolan jahat untuk menguasai tanah milik Merawati demi mendapatkan keuntungan, semakin terendus ke permukaan dan menjadi sorotan publik.
Sepertinya sudah menjadi hal yang biasa, skenario oknum-oknum mafia tanah yang diduga memonopoli seolah-olah lahan tersebut masuk dalam areal PTPN atau dengan istilah eks HGU, dilakukan mereka untuk bisa merampas tanah milik masyarakat.
Bukan tanpa alasan, Merawati terpaksa harus berjuang demi mendapatkan kembali tanah miliknya yang diperkirakan bekisar 5600 meter persegi itu berada di Dusun II Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang, yang diduga sebagian sudah dicaplok oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab tanpa sepengetahuan dirinya.
Hasil penelusuran dari sumber yang dapat dipercaya, kepemilikan tanah Merawati berdasarkan :
Pertama, Surat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, tertanggal 23 September 1989, menjelaskan bahwa tanah yang terletak di Dusun II Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli, tidak termasuk dalam areal PT. Perkebunan IX (Kemudian menjadi PTPN II).
Kedua, Surat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Wilayah Provinsi Sumatera Utara, sesuai dengan nomor : 570-34/I/91 tanggal 3 Januari 1991, yang menerangkan bahwa tanah yang dipermasalahkan terletak di Dusun II Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli seluas bekisar 5600 meter persegi tidak termasuk dalam areal HGU PT Perkebunan IX (kemudian menjadi PTPN II).
Ketiga, Surat dari Bupati Kepala Daerah Tingkat II Deli Serdang (Bupati Deli Serdang) tertanggal 29 Maret 1995, yang menerangkan tanah bekisar 5600 meter persegi tersebut adalah kepunyaan Merawati.
Keempat, Putusan Mahkamah Agung RI Reg.No.139 K/TUN/2002 tanggal 21 April 2004 jo. Putusan Pengadilan Tinggi TUN-Medan no.76/BDG.G.MDN/PT.TUN-MDN/2001 tanggal 19 September 2001.
Kelima, Putusan PTUN No.86/G/2000/TUN-MDN tanggal 29 Mei 2001.
Keenam, Perintah Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) dari PTUN Reg. No.W2.D.AT.04.10-246/2005 tanggal 12 September 2005.
Ketujuh, Surat Keterangan Tanah No.592.2/0157/II/2006 tanggal 20 Februari 2006 yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli, yang diregistrasi Camat Labuhan Deli no.21/SK-LD/1991 tanggal 7 Maret 1991.
Kedelapan, Putusan Perdata Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.14/Pdt.G/2006/PN-LP tanggal 08 Januari 2007.
Kesembilan, Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.115/PDT/2008/PT.MDN tanggal 09 Juni 2008
Kesepuluh, Putusan Mahkamah Agung RI No.537 K/PDT/2011 tanggal 14 September 2011.
Berdasarkan hal tersebut, sudah jelas tanah bekisar 5600 meter persegi di Dusun II Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli, milik Merawati yang telah berkekuatan hukum tetap dan tidak termasuk dalam areal PTPN.
Ironisnya, masih ada saja oknum-oknum tertentu yang diduga sindikat mafia tanah tersebut, terus berspekulasi dan berupaya memonopoli seolah-olah tanah milik Merawati masuk ke dalam lahan PTPN.
*Aparat Penegak Hukum Diminta Usut Tuntas*
Kasus pencaplokan (perampasan) tanah di Dusun II Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara, makin memanas.
Dikatakan demikian, sejumlah oknum yang diduga terlibat sejak proses awal pembuatan surat pengakuan penguasaan fisik yang ditulis oleh Rakiyo mulai saling tuding, seakan tidak terlibat dalam kasus tersebut.
Merawati melalui kuasa hukumnya dari Ardianto Coorporate Law Office meminta Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Polda Sumatera Utara serta seluruh aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas, juga tak ragu-ragu untuk mengungkap sejumlah oknum yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
"Kami minta aparat penegak hukum mengusut tuntas sejumlah oknum yang diduga terlibat pencaplokan tanah milik Merawati di Dusun II Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli," ujar Direktur Ardianto Coorporate Law Office, Andi Ardianto kepada wartawan, Jumat (13/1/2023).
Dia mengatakan, bahwa pihaknya selaku kuasa hukum Merawati, sudah melayangkan surat kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Kapolri, Jaksa Agung RI, Ketua DPR RI, Ketua Mahkamah Agung RI, Menteri ATR/Kepala BPN RI, dan beberapa pihak terkait lainnya, agar kliennya mendapatkan keadilan dan perlindungan hukum.
"Diharapkan kasus ini bisa terungkap secara terang benderang dan Merawati bisa mendapatkan kembali haknya," tuturnya.
"Kalau memang Budi Kartono memiliki sertifikat hak milik di dalam sebagian (diduga menyerobot) tanah milik Merawati, hal itu kami nilai cacat hukum. Kami minta Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang membatalkan sertifikat hak milik yang masuk kedalam tanah milik Merawati. Aparat penegak hukum juga diharapkan mampu mengusut tuntas kasus ini. Kami menduga dalam kasus ini adanya sindikat mafia tanah yang turut membantu pencaplokan tanah milik Merawati," Andi menandaskan.