TDC-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan menyarankan masyarakat yang merasa resah dengan aktivitas perusahan PT Jaya Beton Indonesia (JBI) untuk mengirimkan surat ke DPRD Medan agar digelar Rapat Dengar Pendapat (RDP).
"Ya kalau ada kondisi seperti ini tentu saran kami warga surati saja kami, DPRD Medan, ceritakan kronologinya seperti apa nanti saya disposisi ke Komisi terkait, biar dilakukan Rapat Dengar Pendapat melibatkan pihak terkait, pihak yang berkompeten supaya ada solusi yang bijak untuk mengatasi persoalan ini, saya pikir lebih baik seperti itu," kata Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan Hasyim Wijaya, SE kepada wartawan, kemarin.
Hasyim meminta pihak perusahaan perlu melakukan pendekatan ke masyarakat yang ada di sana dan setelah itu lakukan sosialisai terkait aktivitas perusahan dan dampaknya seperti apa dan bila perlu ya ada kompesasi yang diberikan kepada warga.
"Harus ada perhatian nyata (perusahaan - red) yang diberikan ke masyarakat supaya ada win - win solution, karena di sini juga suatu perusahaan yang tentu bisa mendongkrak PAD, pajak, pemasukan untuk negara, menampung tenaga kerja ini faktor ekonomi juga harus dipikirkan karena jangan nanti terjadi roda perekonomian terganggu, jadi itu harus dipikirkan oleh kedua pihak," tegas Hasyim yang juga menjabat Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Medan.
Ia mengingatkan PT Jaya Beton Indonesia juga memikirkan masyarakat, dampak dari polusi dan masyarakat juga harus memikirkan dampak ekonomi dari perusahan tersebut apabila tidak beroperasi atau ditutup.
Jadi ini harus kedua bela pihak tidak boleh dirugikan dicari win - win solution, imbuh Hasyim, makanya saya bilang ini ada keterkaitan dengan perekonomian, jadi harus menjadi pertimbangan, harus menjadi kebijakan semua pihak.
"Jadi saya pikir perusahan perlu melakukan penjelasan ke masyarakat, beri sosialisasi dan kalau dampak lingkungan coba cari solusi bagaimana mengatasinya, warga juga tidak terganggu polusi dan kesehatannya. Kalau ada persoalan sepeti itu kita (DPRD Medan - red) akan menindaklanjuti dengan Rapat Dengar Pendapat dengan pihak terkait supaya ada win - win solution," pungkasnya.
Terpisah, warga Jalan Penghulu Lama, Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan menyampaikan keluhkan keberadaan pabrik PT Jaya Beton Indonesia (JBI). Pasalnya, aktivitas dari pabrik tersebut mengakibatkan polusi udara.
Salah satu warga Lingkungan V, Syahrul, mengungkapkan bahwa keberatan warga kepada pihak PT Jaja Beton Indonesia dikarenakan debu bertebaran di udara saat pabrik beroperasi.
Selain polusi udara, ucap Syahrul, sejumlah rumah warga juga mengalami keretakan dibagian dinding, ditambah lagi adanya suara kebisingan dari produksi beton di malam hari.
"Jika ini tidak ditindak lanjuti, warga sini bakal menggelar aksi yang lebih besar lagi, karena warga sudah keberatan," tegas Syahrul saat ditemui wartawan, Jumat (31/5/2024).
Di tempat yang sama, Saiful yang juga masyarakat Lingkungan V, mengungkapkan bahwa awal mulanya keberatan warga terhadap aktivitas PT Jaya Beton Indonesia itu terjadi pada tahun 2020 lalu, di mana saat itu jalan yang seharusnya tidak layak dilalui oleh truk besar, malah 'dipaksa' untuk dilintasi.
"Tahun 2020 dulu, seluruh warga keberatan terhadap truk besar yang masuk, sehingga warga sepakat dan melakukan penutupan portal jalan," jelasnya.
Sekadar diketahui juga sempat ada aksi demo atas aktivitas pabrik tesebut, bahkan PT JBI diduga menguasai lahan milik ahli waris Lindawati dan Afrizal Amris seluas 13 hektare (ha) selama 20 tahun. Tidak terima dengan hal itu, Lindawati dan Afrizal pun melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Setelah masuk ke pengadilan, PT JBI 3 kali secara berturut-turut tak hadiri mediasi. Terakhir, mediasi ketiga dengan Mediator Hakim Sarma Siregar yang digelar di Ruang Mediasi PN Medan, Selasa (28/5/2024).
Sementara itu, Maradu Simangunsong selaku Kuasa Hukum PT JBI berdalih ketidak hadirannya dalam mediasi tersebut dikarenakan sedang sakit.
"Bukan PT Jaya Beton yang tidak menghargai pengadilan, akan tetapi karena saya selaku Kuasa Hukumnya lagi sakit dan tidak ada yang bisa saya suruh mengantar surat sakit saya yang aslinya," ujarnya.
Maradu pun mengaku telah memberitahu pihak Kuasa Hukum penggugat sebanyak 2 kali terkait alasan ketidakhadirannya tersebut. Namun, di satu sisi dirinya tidak memberitahu pihak PN Medan.
"Hampir 2 kali saya telah memberitahu Kuasa Hukum penggugat dengan bukti pengiriman surat sakit saya tersebut ke nomor Riky Nababan dan juga saya kirimkan ke nomor hp atas nama Parhimpunan Napitupulu," pungkasnya.(TDC/red)***