• Jelajahi

    Copyright © tanahdeli
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan


     

    Advertisement

    Jamin Ginting : Penangkapan dan Penahanan Rahmadi oleh Polda Sumut Batal Demi Hukum

    16 April 2025, April 16, 2025 WIB Last Updated 2025-04-16T12:35:34Z

    TDC-Ahli hukum pidana, Jamin Ginting menyebutkan penangkapan, penahanan dilakukan penyidik Ditresnarkoba Polda Sumut terhadap Rahmadi batal demi hukum.



    Diketahui, Rahmadi warga Kota Tanjungbalai ditangkap lalu dijadikan tersangka dan ditahan oleh Diresnarkoba Polda Sumut atas dugaan tindak pidana narkoba pada bulan Maret 2025 lalu.


    "Jika seseorang ditangkap polisi mendapatkan kekerasan, maka penangkapan itu tidak sah atau batal demi hukum, karena telah melanggar HAM (hak asasi manusia)," tegas Jamin ketika dihadirkan dalam sidang praperadilan terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka Rahmadi di ruang sidang Cakra V, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu 16 April 2025.


    Prof Jamin menjelaskan bahwa setiap keterangan tersangka yang diperoleh dengan paksaan tidak sah sebagai alat bukti. 


    "Apabila penyidik menggunakan keterangan tersebut untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka atau melakukan penahanan, maka seluruh produk hukum yang dihasilkan dari proses tersebut dinyatakan batal demi hukum," jelasnya.


    Lebih lanjut, Prof Jamin menegaskan penyidik baik itu dari pihak kepolisian maupun kejaksaan tidak boleh memaksa, menyiksa, atau bahkan memberikan pertanyaan yang bersifat menjebak. 


    "Itu melanggar hak asasi manusia," tegasnya di hadapan Hakim Tunggal Cipto Hosari Parsaoran Nababan dan dihadiri tim Bidang Hukum Polda Sumut selaku termohon. 


    Jadi, menurutnya, penyidik jika memeriksa orang, maka harus menjamin hak asasi manusia, tidak boleh dipukul, pertanyaan menjebak saja tidak boleh, apalagi disiksa, itu benar-benar melanggar HAM.


    "KUHAP kita tidak menganulir itu, karena dia adalah subjek terperiksa, kedudukannya sama dengan orang yang memeriksa," imbuhnya. 


    Terkait pemeriksaan dan penahanan, Prof Jamin, menjelaskan bahwa dalam praktiknya penyidik Badan Narkotika Nasional (BNN) memiliki waktu pemeriksaan hingga 3x24 jam sesuai Undang-Undang Narkotika, sedangkan penyidik Polri mengacu pada KUHAP dengan batas waktu 1x24 jam. 


    Namun apapun lembaga penyidiknya, jika proses tersebut tidak disertai surat perintah penahanan yang sah atau dilakukan dengan cara melawan hukum, maka penahanan itu tidak sah.


    "Penahanan terhadap tersangka tidak sah, karena itu bukan penangkapan lagi, jadi harus ada surat perintah penahanan," ungkapnya. 


    Jamin menambahkan, pengadilan melalui mekanisme praperadilan dapat memeriksa dan membatalkan status tersangka apabila ditemukan bahwa keterangan yang digunakan sebagai dasar penetapan diperoleh dengan cara yang melanggar hukum, termasuk penyiksaan dan intimidasi.


    "Walaupun seseorang terbukti memiliki barang bukti, jika keterangannya diperoleh lewat kekerasan, maka tetap harus dibatalkan. Negara tidak boleh melegalisasi tindakan yang melanggar hak asasi manusia," tegas Prof Jamin.


    Setelah mendengarkan ahli hukum pidana yang dihadirkan Rahmadi selaku pemohon melalui kuasa hukumnya Suhandri Umar Tarigan, Hakim Tunggal Cipto Nababan menunda persidangan dan dilanjutkan pada Kamis 17 April 2025.


    "Sidang dilanjutkan pada Kamis 17 April 2025 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan pihak termohon," ujar Hakim Cipto.


    Di luar persidangan, Suhandri Umar Tarigan selaku kuasa hukum Rahmadi mengatakan hari ini selain ahli hukum pidana, pihaknya juga menghadirkan dua orang saksi.


    "Dua parang saksi yang kita hadirkan hari ini, yakni Ridwan selaku Kepling III, Kelurahan Beting Kuala Kapias, Kecamatan Teluk Nibung, Kota Tanjungbalai dan Rahayu merupakan mantan Kepling VI," ujarnya.


    Dia menjelaskan berdasarkan keterangan Kepling, tidak ada aksi pengrusakan terhadap mobil polisi yang dilakukan oleh masyarakat.


    "Kepling sampai saat ini, baik dari pihak kelurahan maupun Polsek setempat, menyatakan bahwa tidak ada masyarakat yang melakukan pengrusakan terhadap mobil polisi,” ujar dia. 


    Selain itu, pihaknya juga mengungkapkan adanya sejumlah kejanggalan dalam proses penyidikan oleh Direktorat Polda Sumatera Utara.


    "Dalam SPDP disebutkan nama klien kami, padahal seharusnya itu tidak diperbolehkan. Ini sangat bertentangan dengan aturan yang berlaku. SPDP tertanggal 3, dan penetapan tersangka juga tanggal 3, namun dalam dokumen lain, penetapan tersangka tertulis tanggal 6," tegasnya.


    Dia menambahkan bahwa menurut keterangan ahli hukum pidana, dua surat penetapan tersangka tersebut dinyatakan batal demi hukum.


    "Berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti di persidangan, kita meminta kepada hakim yang menyidangkan praperadilan nantinya memutuskan membatalkan penetapan klien kami sebagai tersangka," kata Suhandri. 


    Diketahui Rahmadi mengajukan gugatan permohonan praperadilan dengan nomor perkara: 18/Pid.Pra/2025/PN Mdn, ke Pengadilan Negeri Medan. 


    Gugatan praperadilan itu diajukan untuk menguji keabsahan penetapan status tersangka yang dilakukan Ditresnarkoba Polda Sumut Cq Penyidik Kompol Dedy Kurniawan terhadap Rahmadi.(TDC/red)***


    Komentar

    Tampilkan

    Terkini